Sejarah

Al-Khairiyah adalah lembaga pendidikan Islam Madrasah. Madrasah ini dikelola oleh sebuah yayasan bernama “Yayasan Waqfiyah Perguruan Al- Khairiyah”. Lembaga pendidikan ini mulai berdiri sejak zaman penjajahan Belanda, yaitu pada tahun 1928 M. Pertama kali berdiri terletak di Jalan Buncit III Jalan Mampang Prapatan VI, Kelurahan Tegal Parang dan pada tahun 1968 ada yang berlokasi di Buncit I Mampang Prapatan IV Kelurahan Mampang Prapatan, yaitu sejak berdirinya Madarasah Tsanawiyah.
Para pendiri lembaga pendidikan Islam ini antara lain :
1. KH. Ishak Musa
2. KH. Abdul Hadi Musa
3. KH. Abdullah Musa
Pertama kali berdiri, al-Khairiyah merupakan tempat pengajian al-Quran dan ilmu-ilmu agama Islam yang dikelola oleh KH. Ishak Musa, KH. Abdul Hadi Musa, dan KH. Abdullah Musa. Ketiga orang bersaudara inilah sebagai perintis berdirinya perguruan al-Khairiyah. Dari ketiga orang ini yang pertama kali mempelopori dan merintis lembaga pendidakan al-Khairiyah dari tempat pengajian al-Quran menjadi sekolah atau madrasah adalah KH. Abdul Hadi Musa, sehingga terkenal pada waktu itu di daerah Mampang Prapatan bahwa sebutan terhadap Madrasah al-Khairiyah ialah Madrasah Haji Hadi Sekolah Haji Hadi Setelah madarsah ini diakui keberadaaanya oleh pemerintah Belanda pada tahun 1928, mulailah diajarkan berbagai macam ilmu pengetahun agama dan bahasa arab, antara lain :
1. Ilmu Fiqih
2. Aqidah
3. Membaca al-Quran
4. Ilmu tajwid dan lainnya

Pada tahun pertama didirikan madrsah, madrasah ini belum mempunyai tingkatan kelas. Baru pada tahun kedua mulai ada kelas I dan II. Dari sejak awal di Madrsah Al-Khairiyah pelajaran agama Islam sangat mendalam, sehingga lulusan madrasah ibtidaiyah mampu mendirikan dan memimpin sebuah madrasah. Tahun berikutnya, pada tahun ketiga, mulai dipelajari ilmu pengetahuan umum, tetapi masih menggunakan teks bahasa arab. Dari tahun ke tahun Madrsah al-Khairiyah mengalami perkembangan, terutama setelah masyarakat Mampang mulai mendukung keberadaan madrasah ini dan juga masyarakat sudah mulai membutuhkan terhadap lembaga pendidikan ini, sehingga pada tahun 1934 Madrasah al-Khairiyah mempunyai murid sebanyak 600 orang. Sesuai dengan perkembangan zaman di Madrasah al-Khairiyah akhirnya mulai mempelajari huruf latin, hal ini hanya untuk sekedar membaca.

Pada tahun 1945 setelah Indonesia merdeka, situasi dan kondisi politik sangat memperihatinkan, terutama keadaan ekonomi Indonesia yang masih morat- marit akibat penjajahan Jepang. Maka keadaan di Madrasah al-Khairiyah sementara ditutup tidak ada kegiatan apa-apa. Setahun kemudian setelah keadaan negara agak aman, Madrasah ini mulai aktif kembali, dan sejak itu pula diadakan perbaikan di sana-sini, yaitu dengan menyempurnakan pelajaran agama dan pengetahuan umum. Selain itu juga diadakan perbaikan gedung madrasah teutama setelah ada bantuan dari bapak Haji Musa dan kepercayaan dari masyarakat yang makin lama makin bertambah besar. Masyarakat sangat percaya dan bangga pada madrasah ini, karena banyak tamatan al-Khairiyah yang terpakai di masyarakat dan mampu mengajar serta mampu juga mendirikan lembaga-lembaga pendidikan Islam di lain tempat. Begitu juga di Madrasah al-Khairiyah para tamatan ini kembali mengajar di tempat ini. Hal lain yang menyebabkan lembaga pendidikan Islam ini makin berkembang adalah kerena berkat para tokoh pendiri madrasah ini, terutama KH. Abdullah Musa yang tidak kenal lelah dan sungguh-sungguh dan berpikiran moderat, selalu mengikuti perkembangan zaman. Sebagai contoh sewaktu pemerintah mempunyai program Madrasah Wajib Belajar MWB, madrasah ini mendukung dan melaksanakan program ini serta menjadikan madrasah ini Madrasah Wajib Belajar.

Untuk memperluas dan menjawab tantangan zaman serta memenuhi kebutuhan masyarakat akan lembga pendidikan agama yang lebih tinggi, maka pada tahun 1968 KH. Abdullah Musa setelah berkali-kali mengadakan musyawarah dengan para guru dan para ustadz serta tokoh masyarakat mulai mendirikan Madrasah Tsanawiyah. Hal ini adalah untuk manampung lulusan ibtidaiyah al-Khairiyah yang tidak meneruskan ke lain tempat. Usaha ini ternyata disambut baik oleh masyarakat dan didukung oleh dewan guru ibtidaiyah. Murid pertama tingkat tsanawiyah ini sebanyak 31 orang. Sebagai kepala Madrasah Tsanawiyah dipegang oleh KH. Abdullah Musa, merangkap kepala Madrasah Ibtidaiyah dan ketua umum Yayasan Waqfiyah Perguruan al-Khairiyah. KH. Abdullah Musa dalam mengelola lembaga pendidikan Islam tidak puas dengan hanya memiliki madrasah tingkat ibtidaiyah dan tsanawiyah saja, beliau berkeinginan dan bercita-cita untuk mendirikan madrasah tingkat aliyah. Cita- citanya terwujud pada tahun 1975 dan kebetulan pada waktu itu ada bantuan pembangunan satu unit gedung madrasah dari Pemda DKI Jakarta, sewaktu gubernur Bapak Ali Sadikin. Murid perdananya sebanyak 12 orang. 6 orang laki-laki dan lainnya perempuan, semuanya lulusan Madrasah Tsanawiyah al-Khairiyah. Dari 12 orang itu 50 berhasil melanjutkan ke perguruan tinggi, ada yang diterima di IKIP Jakarta sekarang UNJ untuk jurusan bahasa arab dan yang lainnya ada juga yang melanjutkan ke Perguruan Tinggi al-Syafiiyah dan al-Tahiriyah. Pada tahun 1977 Ketua Umum Yayasan Waqfiyah Perguruan al-Khairiyah KH. Abdullah Musa, karena kesibukannya di bidang da’wah dan politik, beliau melepas jabatan Kepala Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah yang seterusya mengangkat dan mengukuhkan 8 orang untuk menjadi kepala madrasah dan wakilnya.

Visi
Unggul, inovatif, mandiri, kreatif, berwawasan IPTEK berlandasakan IMTAQ

Misi
1. Menumbuhkan semangat belajar untuk pengembangan IPTEK berlandaskan IMTAQ
2. Meningkatkan kualitas akademik dan non-akademik
3. Mengembangkan penelitian untuk mendapatkan gagasan-gagasan baru yang berorientasi masa depan
4. Menumbuhkan life skill dan jiwa wirausaha yang kompetitif
5. Mengembangkan kreatifitas siswa dalam kegiatan intra dan ekstra kurikuler